Sejumlah kalangan mengkhawatirkan keberadaan satwa khas penghuni kawasan Gunung Ciremai Kab. Kuningan, yang akan punah jika tidak ada upaya pelestarian atas hewan tersebut. Tiga jenis di antaranya, landak (Hystrix brachiura), tenggiling (Manis javanica), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis).
Bupati Kuningan, H. Aang Hamid Suganda, mengatakan, Rabu (15/8), upaya untuk melestarikan keberadaan landak, peusing (tenggiling-red.) dan kucing hutan adalah dengan penangkaran.Menurut Bupati, upaya penangkaran satwa khas kawasan G. Ciremai tersebut karena ketiga jenis satwa tadi sulit dijumpai. Upaya itu sekaligus mendukung keberadaan kawasan G. Ciremai yang statusnya telah menjadi Taman Nasional. Lokasi penangkaran bisa dilakukan di desa sekitar Ciremai.“Rencananya, lokasi penangkaran akan dipilih di wilayah Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan dekat dengan kebun raya di sana. Terkait persoalan teknis, sudah dibicarakan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan,” kata Aang.
Sesuai dengan data Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC), komunitas satwa yang masih dijumpai di kawasan Gunung Ciremai, antara lain macan kumbang, macan tutul, kucing dahan, elang jawa, surili, lutung, kijang, rangkong, babi hutan, landak, dan kera ekor panjang.
“Elang jawa sering terlihat terbang di kawasan tersebut,” kata Kasi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Linggarjati, Maman Surachman, S.Hut.Menurut dia, semua satwa yang hidup di hutan lindung Gunung Ciremai tersebut merupakan hewan yang dilindungi, sehingga tidak diperkenankan untuk diburu dengan alasan apa pun. Upaya untuk pelestarian satwa penghuni kawasan Ciremai harus didukung semua kalangan, agar terhindar dari kepunahan.
Sementara itu, upaya pelestarian kera ekor panjang, yang dimanfaatkan untuk kepentingan riset, sudah berlangsung lama di lokasi penangkaran kera Pasir Wangi, Lingkung Gibuk, Kelurahan Cigadung, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan. Di sana terdapat ratusan kera ekor panjang.
Menurut Tatang, S.E., Penanggung Jawab Lokasi Penangkaran Kera di Pasir Wangi, kegiatan penangkaran diawali pada 2003 bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan PT. Kuningan Prima Lestari (KPL) di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jabar II. Izin penangkaran mencapai 500. Penangkaran kera tersebut bukan untuk objek wisata, tapi riset pengembangan bio medis.Pihaknya mengupayakan agar satwa-satwa tersebut tidak sampai kontak dengan orang luar, bahkan pekerja sekali pun.***(sumber Pikiran Rakyat)